Penanganan Preeklamsia dan Eklamsia

Preeklamsia dan Eklamsia
Di Indonesia preeklamsia - eklamsia masih merupakan penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Karena itu, diagnosisi dini preeklamsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak.

Preeklampsia - Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil, yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Preeklamsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema, akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu. Eklamsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklamsia, yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis.

Preeklamsia dan Eklamsia
Penanganan Umum
Segera rawat penderita dan lakukan pemeriksaan klinis terhadap keadaan umum, sambil mencari tahu riwayat kesehatan sekarang dan terdahulu pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak bernafas, bebaskan jalan nafas, berikan O2 dengan sungkup dan lakukan intubasi jika perlu. Jika pasien kehilangan kesadaran/koma, bebaskan jalan nafas, baringkan pada satu sisi, ukur suhu dan periksa apakah ada kaku kuduk.

Jika pasien kejang (eklamsia)
Baringkan pada satu sisi, tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit untuk mengurangi kemungkinan aspirasi sekret, muntahan atau darah, bebaskan jalan nafas. Pasang spatel lidah, untuk menghindari tergigitnya lidah. Fiksasi untuk menghindari pasien jatuh dari tempat tidur.

Peeklampsia berat dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklamsia sama, kecuali persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.

Penanganan kejang :
  • Beri obat kejang (antikonvulsan).
  • Perlangkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, pengisap lender, masker oksigen dan oksigen).
  • Lindungi pasien dari kemungkinan trauma.
  • Aspirasi mulut dan tenggorokan.
  • Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi tradelenburg untuk mengurangi risiko aspirasi.
  • Berikan O2 4-6 liter/menit.
Penanganan umum
Jika tekanan diastolik>110mmHg, berikan obat anti hipertensi sampai tekanan diastolik antara 90-100mm/Hg. Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar nomor 16 atau lebih. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload. Kateterisasi urin untuk mengukur volum dan pemeriksaan proteinuria. Infus cairan dipertahankan 1,5-2 liter/24 jam.

Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin. Observasi tanda vital, reflex dan denyut jantung janin setiap 1 jam. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan tanda-tanda edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretic (misalnya furosemid 40 mg IV). Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terjadi koagulopati.

Persalinan
Pada preeklamsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Sedangkan pada eklamsia, persalinan harus terjadi dalam 6 jam sejak eklamsia timbul. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklamsia), lakukan operasi Caesar. Jika bedah akan dilakukan, beberapa hal harus diperhatikan :
  • Tidak terdapat koagulopati. Koagulopati berkontraindikasi dengan anestesi spinal.
  • Anestesi yang aman/terpilih adalah anestesi umum untuk eklamsia dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesi lokal bila risiko anestesi terlalu tinggi.
  • Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam dextrose 10 tetes/menit atau dengan cara pemberian prostaglandin/misoprostol.
Perawatan Post Partum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam post partum atau kejang yang terakhir. Teruskan terapi hipertensi, jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg. Lakukan pemantauan jumlah urin.

Pada kasus preeklampsia berat, di masa setelah kelahiran dapat terjadi eklampsia. Dilaporkan lebih dari 44% eklamsia dapat terjadi, terutama pada wanita yang melahirkan pada usia kehamilan aterm. Wanita yang timbul hipertensi atau gejala preeklamsia setelah kehamilan (sakit kepala, gangguan penglihatan, mual dan muntah, nyeri epigastrum), sebaiknya dirujuk ke spesialis.

Wanita dengan kelahiran yang disertai preeklampsia berat (atau eklampsia), sebaiknya dilakukan pemantauan dengan optimal pasca melahirkan. Dilaporkan dapat terjadi eklampsia setelah minggu ke-4.

Terapi anti-hipertensi sebaiknya tetap dilanjutkan pasca kehamilan. Walau pada awalnya tekanan darah turun, biasanya akan kembali naik kurang lebih 24 jam setelah kehamilan. Pengurangan terapi anti-hipertensi, sebaiknya dilakukan secara berjenjang.

Kortikosteroid digunakan pada pasien dengan sindrom HELLP. Hasil penelitian terbaru memperkirakan, corticosteroid dapat memicu perbaikan gangguan biokimia dan menatology secara cepat. Tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan kortikosteroid dapat menurunkan morbiditas.

Rujukan
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika :
  • Terdapat oliguria (<400ml/24 jam).
  • Terdapat sindrom HELLP.
  • Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang.
Antikonvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklamsia dan eklamsia. Alternative lain adalah diazepam dengan risiko terjadinya depresi neonatal.

Magnesium sulfat untuk preeklamsia dan eklamsia :
1. Dosis awal adalah 4 gram intravena sebagai larutan 40% selama 5 menit.
2. Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5g IM dengan iml Lignokain (dalam semprit yang sama)
3. Sebelum pemberian MgSO4 ulangan, lakukan pemeriksaan :
  • Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit
  • Ada reflek patella
  • Urin minimal 30ml/jam dalam 4 jam terakhir
  • Frekuensi pernafasan < 16 kali/menit
4. Cara pemberian MgSO4 IV/drip ialah :
  • Setelah pemberian dosis awal, diberikan 12 gram dalam 500 ml RL dengan tetes 15/menit (2 gram/jam).
  • Reflex patella tidak ada, bradipnea (16 kali/menit)
  • Urin < 30ml/jam pada hari ke 2
5. Hentikan pemberian MgSO4, jika :
  • Terjadi henti nafas bantu pernafasan dengan ventilator
  • Beri kalsium glukonas 2 gram (20ml dalam larutan 10%) IV. Perlahan-lahan samapai pernafasan mulai lagi.
Diazepam untuk Preeklamsia dan Eklamsia
  • Dosis awal adalah 10mg IV. Diberikan secara perlahan selama 2 menit. Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis awal.
  • Dosis pemeliharaan adalah 40 mg dalam 500 ml larutan ringer laktat melalui infus. Depresi pernafasan ibu baru mungkin terjadi bila dosis 30 mg/jam. Jangan berikan melebihi 100 mg/jam.
Anti Hipertensi
Pemberian antihipertensi sebaiknya dimulai pada wanita dengan tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg, atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg. Pemberian labetalol secara oral atau intravena, nifedipine secara oral atau intravena hydralazine dapat lakukan untuk menatalaksana hipertensi berat.

Ada konsensus bersama, bila tekanan darah lebih dari 170/110 mmHg, lakukan penanganan terhadap tekanan darah ibu. Obat terpilih yang digunakan adalah labetalol, nifedipine, atau hydralazine. Labetalol memiliki keuntungan dapat diberikan awal lewat mulut, pada kasus hipertensi berat dan jika diperlukan, bisa secara intravena.

Terdapat konsensus, bila tekanan darah dibawah 160/100, tidak dibutuhkan secara mendesak pemberian terapi antihipertensi. Terdapat perkecualian, bila ditemukan indikasi untuk penyakit dengan gejala yang yang lebih berat, yakni potenuria berat atau gangguan hari, atau hasil tes darah. Pada kondisi demikian, peningkatan tekanan darah dapat diantisipasi, dengan terapi antihipertensi pada level tekanan darah yang lebih rendah yang telah disesuaikan.

Sumber : ETHICAL DIGEST

2 comments:

  1. apakah penderita eklamsi usia kandungan 9 bulan otomatis terjadi komlikasi penyakit endema paru, ginjal, hepatitis pasca operasi sesar,??

    ReplyDelete
  2. boleh tau link majalah ethical digest nya?

    ReplyDelete