Menghadapi Status Epileptikus

Status epileptikus merupakan satu masalah neurologis, yang banyak ditemui dengan angka morbiditas dan mortalitas cukup tinggi. Ini adalah masalah pelik yang dihadapi oleh dokter neurologi, karena penyakit ini sangat kompleks. Sulit menegakkan diagnosa hanya berdasarkan gejala klinis saja. Dibutuhkan pemeriksaan pendukung, yaitu EEG. Meski demikian, dokter tidak bisa menunda pemberian pengobatan, hanya untuk menunggu hasil EEG. Bagaimana jika tidak ada fasilitas EEG?

"Memang, pemeriksaan EEG bisa membantu. Tapi jangan sekali-kali kita menunggu konfirmasi EEG atau pemeriksaan penunjang lainnya, untuk memberikan pengobatan", ujar dr. Mursyid Bustami Sp.S. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan, jika mendapati pasien dengan status konklusivus, Pertama, tegakkan lebih dulu diagnosisnya berdasar definisi. Yaitu kejang berlangsung lebih dari 30 menit. Tentunya, disertai peningkatan aktivitas epileptikform yang lebih dari 30 menit. atau kejang berulang lebih dari dua kali. Di antara dua kejang itu, penderita tidak pulih sarafnya.


"Kalau melihat suatu status epileptikus, kita akan berfikir mungkin itu suatu psudo sizure", kata dr. Zakiah Syeban Sp.S dari FK Universitas Indonesia. "Sebagai dokter, jika datang pasien seperti itu, kita harus melihatnya sebagai suatu status epileptikus dan menindaknya sebagai status epileptoikus", tambahnya. Biasanya, kalau penderita mengalami pseudo sizure dan diberikan benzodiazepine, kejang yang dialami pasien cepat hilang.

Berdasarkan pengalaman, biasanya pasien-pasien dengan status epileptikus, sepertiganya adalah penderita seizure baru yang mungkin sekali ada hubungan dengan epilepsi. Seperti lainnya berupa gangguan organik. Sepertiganya lagi kemungkinan penderita epilepsi lama yang mengalami suatu status epileptikus, sebagai akibat henti obat. "Kalau kita tidak mempunyai alat penunjang, seperti EEG, saya rasa tindakan kita tidak salah", tambah dr. Zakiah.

Jika diagnosis telah ditegakkan, berikan penanganan berdasar prinsip airway, breathing dan circulation. Secara bersamaan, atasi kejangnya dengan pengobatan apapun. "Misalnya, kita kesulitan untuk mendapatkan akses intravena, tapi kita bisa berikan pengobatan rektal, maka kita lakukan" ujar dr. Mursyid. Yang penting, prinsipnya penanganan status epileptikus konvulsivus dilakukan secepat mungkin. Jika pasien menderita kejang selama 60 menit atau bahkan kurang, tetapi tidak mendapatkan pengobatan, akan menyebabkan kerusakan permanen. Tidak hanya di otak, tetapi juga di jantung.

Sementara itu, prinsip penanganannya adalah menekan aktivitas epileptikform yang ada di otak. "Bukannya menghentikan gerakan tonik-klonik di perifer saja", tambahnya. Ada beberapa macam obat bisa menghentikan gerakan, misalnya dengan muscle relaxan. Tetapi itu tidak menyelesaikan masalah, karena aktivitas di otak tetap meningkat. Jadi intinya, penanganannya adalah untuk menekan aktivitas epileptikform di otak.

Obat Antikonvulsan
Tak ada salahnya langsung memberikan obat antikonvulsan, untuk menekan aktivitas epileptikform di otak. Obat lini pertama adalah benzodiazepine, atau diazepam. Untuk menghindari efek samping, jangan diberikan terlalu cepat atau terlalu lambat. Dibutuhkan waktu 2 sampai 5 menit untuk memberikan 1 sampai 2 ampul 10-20 mg intravena.

Jika tidak membaik ada beberapa pilihan, salah satunya dengan fenitoin. Namun ada efek sampingnya yaitu aritmia dan hipotesis. kalu terjadi, dosisnya dikurangi. Kalau dengan itu pun masih ada, dua hal yang bisa dilakukan. Jika ada fasilitas ICU, pindahkan pasien ke ICU. Berikan fenobarbital atau pengobatan perprotokol pasien harus diintubasi di ICU. "Jika kepada pasien diberikan valproat, maka tidak perlu masuk ICU", kata dr. Mursyid..

Asam valproat intravena disetujui oleh Badan Obat dan Makanan Amerika di akhir 1966 sebagai alternatif jika asam valproat tidak bisa diberikan secara oral. Sejak saat itu, banyak ahli mulai menggunakannya untuk terapi akut kejang berulang dan status epileptikus. Tetapi intravena lainnya. Seperti fenitoin, fosfenitoin dan lain-lain dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik ketika diberikan dengan cepat. Tetapi pemberian asam valproat tidak memiliki efek samping ini.

Sumber : ETHICAL DIGEST



0 comments:

Post a Comment