Mewaspadai Dampak Hipertensi

Hipertensi mimiliki dampak besar pada kerusakan organ, kendalikan tekanan darah. Patuhi target tekanan darah, terutama pada pasien berisiko tinggi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi termasuk penyakit dengan prevalensi terbesar dunia. Kondisi ini menjadi tantangan dalam kesehatan masyarakat, karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas, serta biaya yang harus dikeluarkan pasien. Selama beberapa dekade, walau telah dilakukan berbagai penelitian, pelatihan serta edukasi pada masyarakat dan dokter, prevalensi penyakit ini tetap meningkat karena belum ada perubahan berarti dari gaya hidup di masyarakat saat ini.

Di indonesia saja, menurut Prof. dr. Syakib Bakri, Sp.PD-KGH dari Universitas Hasanuddin, Makassar, secara umum pada orang dewasa di atas 20 tahun, prevalensinya adalah sekitar 15-20%. “Tetapi berdasarkan prevalensi per kelompok usia, semakin tua usia, semakin besar risiko hipertensi, sehingga prevalensi di atas usia 70 tahun itu sekitar 70%, di atas 60 tahun itu 50% dan di atas 40 tahun 30%. Jadi makin tua makin sering.” Kata Prof. Syakib.


 Hipertensi merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi paling penting untuk penyakit jantung koroner, stroke, panyakit jantung kongestif, end-stage renal disease dan penyakit vaskuler peripheral. Oleh  sebab itu, perawat kesehatan tidak boleh hanya mengidentifikasi dan mengobati pasien dengan hipertensi tetapi juga mengubah gaya hidup dan menjalankan strategi pencegahan di masyarakat.
Patofisiologi Kerusakan Organ Target :

1.       Hipertensi dan Sistim Kardiovaskuler.
Keterlibatan kardiak pada hipertensi bermanifestasi sebagai left ventrikel hyperthropy, pembesar arterial kiri, dilatasi akar aorta, aritmia atrial dan ventrikuler, gagal jantung sistolik dan diastolik dan penyakit jantung iskemia LVH menyebabkan peningkatan risiko kematian premature dan morbiditas. Penderita bisa mengalami disaritmia ventrikuler dan atrial kardial dalam frekuensi yang lebih tinggi dan kematian jantung mendadak.
Hipertensi tetap merupakan penyebab terbanyak gagal jantung kongestif. Terapi antihipertensi telah menunjukkan dapat menurunkan risiko kematian akibat stroke dan penyakit jantung koroner secara signifikan. Dua meta analisa yang sudah dipublikasikan menunjukkan risiko mortallitas kardiovaskuler sebesar 14% dan 26% pada penderita hipertensi.
2.       Hipertropi Ventrikuler Kiri.
Miokardium mengalami perubahan struktural sebagai respon terhadap peningkatan beban. Miosites kardiak memberikan respon dengan mengalami hipertrofi, membuat jantung memompa lebih keras mengimbangi meningkatnya tekanan. Meski demikian, fungsi kontraktilitas ventrikel kiri tetap normal sampai tahap berikutnya. Pada akhirnya, LVH memperkecil lumen bilik, membatasi pengisian diastolik dan volum stroke. Fungsi diastolik ventrikuler kiri berubah pada hipertensi yang berkepanjangan.

3.       Sistem Saraf Pusat.
Hipertensi yang berkepanjangan bisa bermanifestasi sebagai stroke hemoragik dan ateroembolik atau ensefalopati. Tingginya tekanan sistolik dan distolik bisa berbahaya. Tekanan diastolik lebih dari 100 mm Hg dan tekanan sistolik lebih dari 160 mmHg dapat berisiko terjadinya stroke. Manifestasi serebrovaskuler lainnya meliputi hemorage hipertansif, ensefalopati hipertensif, infarksi tipe lakunar dan demensia.

4.       Penyakit Ginjal.
Insiden end stage renal disease mengalami peningkatan. Alasannya, ada koinsiden diabetes mellitus, progresifitas penyakit ginjal hipertensif atau kegagalan untuk menurunkan tekanan darah sampai nilai yang dianggap memberikan efek proteksi. Penurunan aliran darah ginjal bersamaan dengan peningkatan resistensi arteriolar glomerular aferen meningkatkan tekanan hidrostatik glomerular, sebagai akibat kontriksi arteriolar glomerular eferen. Hasilnya adalah hiperfiltrasi glomerular, diikuti berkembangnya glomerulosklerosis dan kerusakan fungsi ginjal. Dua penelitian menunjukkan penurunan tekanan darah dapat memperbaiki fungsi ginjal. Oleh karena itu mendeteksi lebih dini nefrosklerosis hipertensif menggunakan cara-cara untuk mendeteksi mikroalbunaria dan intervensi terapeutik agresif, terutama dengan obat-obatan ACE inhibitor, dapat mencegah progresi menjadi end-stage renal disease.

5.       Hipertensi Pada Penyakit Ginjal
Hipertensi umumnya ditemukan pada pasien dengan penyakit ginjal. Ekspansi volum adalah penyebab utama hipertensi pada pasien dengan panyakit glomerular (nefrotik dan sindrom nerfotik). Hipertensi pada pasien dengan penyakit vaskuler adalah akibat aktifasi renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS), yang sering disebabkan oleh iskemia. Sebagian besar pasien dengan gagal ginjal kronis adalah hipertensi (80-90%). Kombinasi ekspansi volum dan aktivasi RAAS diyakini merupakan faktor utama penyebab hipertensi pada pasien dengan gagal ginjal kronis.

6.       Sindroma Metabolik.
Sindroma metabolik merupakan salah satu faktor risiko pencetus langsung berkembangnya penyakit kardiovaskuler akibat atherosklerosis. Dislipidemia, hipertensi dan hiperglikemia merupakan faktor risiko metabolik yang paling umum dari hipertensi. Gabungan dari faktor-faktor ini memicu kondisi protrombosis dan proinflamasi pada manusia dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung.
Meningkatnya prevalensi sindroma metabolik disebabkan meningkatnya jumlah penderita obesitas di masyarakat. Jaringan adipose pada orang yang mengalami obesitas adalah resitensi insulin, memiliki kadar asam lemak tidak jenuh yang tinggi, mengalami gangguan metabolisme di hati dan menghasilkan beberapa adipokin. Yang meliputi meningkatnya produksi sitokin inflamasi, plasminogen activator inhibitor-1, dan produk-produk bioaktif lainnya. Sementara itu, terjadi penurunan sintesis edipokin protektif seperti adiponektin.

0 comments:

Post a Comment