Vaksinasi Pada Anak
Vaksinasi Pada Anak |
Antibodi ada 3 bagian. Pertama, sistem antibodi umum, yaitu sistem perlindungan yang ada di kulit. Ini merupakan gerbang masuknya penyakit. Jika sistem ini kuat, masuknya penyakit bisa dihambat. Untuk itu, menjaga tubuh yang merupakan pertahanan utama dalam melawan penyakit sangat penting dilakukan.
Kedua sistem antibodi khusus, yang berfungsi pada keadaan tertentu. Contohnya adalah sel darah putih. Ketiga antibodi spesifik (dapatan). Sistem ini baru bekerja ketika perlawanan sistem imun alami kita tidak cukup. Antibodi ini bekerja menurut jenis serangan virus atau bakteri yang terjadi. Yang berkerja pada sistem ini adalah LimfositT dan B. Hasil kerja sistem inilah yang berbentuk antibodi (IgG dan IgM).
Kekebalan Anak dan Perkembangannya
Sistem imun berkembang sesuai dengan pertumbuhan tubuh kita. Umumnya pada bayi yang baru lahir, tubuhnya membangun sistem antibodi dengan beradaptasi terhadap lingkungannya yang baru. Tujuan adaptasi ini adalah untuk "menumbuhkan" fungsi antibodi dalam tubuh. Dengan bertambahnya usia, sistem imun akan terus berkembang untuk bekerja lebih optimal.
Sistem kekebalan tubuh bayi, masih berada dalam tahap perkembangan. Belum kuat untuk menangkal penyakit infeksi yang berbahaya. Karena itu, mereka harus mendapatkan perlindungan sedini mungkin. Pada bayi yang baru lahir, air susu ibu (ASI) dan saluran cerna merupakan faktor penting dalam sistem pertahanan tubuh bayi. Itu karena, 20-40% jaringan pada saluran cerna adalah jaringan limfoid (jaringan yang berperan pada sistem imunitas tubuh). sistem pertahanan saluran cerna yang optimal, dapat terlihat pada bayi yang mendapatkan ASI.
Seiring dengan semakin berkembangnya bidang kedokteran, ditambah dukungan teknologi, kini vaksinasi atau imunisasi mampu diciptakan untuk meningkatkan sistem antibodi. Dengan demikian, sistem kekebalan umum dan khusus dapat ditingkatkan.
"Vaksinasi sudah hampir dilakukan di seluruh dunia, dan sudah terbukti bahwa peningkatan kesehatan terutama pada anak dan bayi telah memberikan dukungan, selain hutrisi, kebersihan dan ASI", ujar Prof.Dr.dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD (K).,dari Departemen Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.
Penyakit yang Mengancam Anak
Tidak sedikit penyakit yang mengancam anak yang baru lahir. Lingkungan merupakan faktor paling penting, sebagai jembatan perjalanan dan tempat berkembang yang ideal bagi kuman, bakteri dan virus. Ada beberapa penyakit yang dampaknya berbahaya bagi tubuh anak dalam jangka panjang, bahkan permanen. Penyakit-penyakit tersebut diantaranya :
Poliomielitis (Polio) : Ini merupakan penyakit paralisis atau lumpuh, akibat virus bernama poliovirus (PV). Mekanisnenya masuk ke tubuh melalui mulut, lalu menginfeksi saluran usus. Virus juga dapat masuk ke dalam aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat, sehingga menyebabkan otot melemah dan mengalami kelumpuhan (paralisis).
Polio dapat menular melalui kontak antar manusia, dan menyebar luas secara diam-diam. Sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus, tidak memiliki gejala sehingga mereka atau keluarganya tidak tahu kalau sedang terjangkit. Virus masuk bisa ke dalam tubuh melalui mulut saat makan atau minum. Setelah terinfeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu. Saat itulah dapat terjadi penularan.
Ada 3 jenis polio, yaitu :
- Polio non paralisis yang menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
- Polio paralysis spinal yang menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen. Kelumpuhan paling sering ditemukan pada laki-laki.
- Polio bulbar disebabkan tidak adanya kekebalan alami, sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak yang terdiri dari saraf motorik akan terganggu. Biasanya, penderita perlu dibantu dengan alat bantu pernapasan.
Campak (Rubela) : Penyakit ini merupakan infeksi virus yang sangat menular, ditandai adanya demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disababkan infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.
Penularan infeksi bisa terjadi saat menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam 2-4 hari, sebelum munculnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit muncul. Bayi berumur lebih dari 1 tahun yang tidak mendapatkan imunisasi atau vaksinasi, rentan terkena penyakit ini.
Begitu juga remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak di antaranya :
- Infeksi bakteri : Pheumonia dan Infeksi telinga tengah
- Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga penderita mudah memar dan mudah mengalami pendarahan
- Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1.000-2.000 kasus.
Hepatitis B : Penyakit yang menyerang hari ini disebabkan virus hepatitis B (VHB), anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan pada hati akut atau menahun, yang beberapa kasusnya bisa berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis lainnya. Hepatitis B bisa menyerang semua orang dari semua golongan umur. Ada beberapa cara penularan hepatitis B, yaitu :
- Secara vertikal, penularan vertikal terjadi melalui ibu yang mengidap virus hepatitis B pada bayi yang dilahirkan, yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan.
- Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama serta hubungan seksual dengan penderita.
Vaksinasi memang telah memberikan pengaruh luar biasa dalam bidang kesehatan dan kedokteran. Salah satu kasus yang pernah diatasi dengan vaksinasi adalah polio yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1952. Saat itu, terdapat 58 ribu anak terkena polio. Pada tahun 1955, dokter Jonas Salk berhasil membuat vaksin efektif pertama untuk polio. Setelah puluhan juta anak divaksin, jumlah penderita polio berkurang menjadi 398 kasus.
Tahun 1988, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mensahkan resolusi untuk menghapus polio sebelum tahun 2000. Saat itu, sekitar 350 ribu kasus polio di seluruh dunia. Walau tahun 2000 polio belum terbasmi, tapi jumlah kasusnya dapat dikurangi hingga di bawah 500. Polio tidak ada lagi di Asia Timur, Amerika Latin, Timur Tengah atau Eropa, tetapi masih terdapat di Nigeria dan sejumlah kecil di India dan Pakistan.
Di Indonesia, pada 5 Mei 2005 dilaporkan terjadi kasus infeksi polio di Sukabumi, Jawa Barat, akibat strain virus yang sama terjadi di Nigeria. Virus ini diperkirakan terbawa dari Nigeria ke Arab Saudi dan sampai di Indonesia melalui tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sana. Atau orang yang bepergian ke Arab Saudi untuk ibadah haji atau hal lainnya.
Imunisasi bekerja dengan merangsang pembentukan daya tahan tubuh terhadap mikroorganisme tertentu. Vaksin adalah zat untuk membentuk imunitas, yang terbuat dari mikroorganisme atau bagian dari mikroorganisme penyebab infeksi yang telah dimatikan atau dilemahkan, sehingga tidak akan membuat penderita jatuh sakit.
Vaksin dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan atau oral. Sistem antibodi akan bereaksi terhadap vaksin yang masuk ke dalam tubuh, dengan respon yang sama ketika mikroorganisme menyerang tubuh. Yaitu dengan membentuk antibodi.
Antibodi kemudian akan membunuh vaksin tersebut layaknya membunuh mikroorganisme yang menyerang tubuh. Antibodi akan terus berada di peredaran darah membentuk imunitas. Ketika suatu saat tubuh diserang oleh mikroorganisme yang sama dengan yang terdapat di dalam vaksin, antibodi akan melindungi tubuh dan mencegah terjadinya infeksi.
Namun, ada beberapa kasus vaksinasi yang justru memberikan efek buruk bagi kesehatan anak. karena, memang ada beberapa bahan yang dianggap berbahaya terkandung dalam vaksin, seperti merkuri dan thimerosal.
Center of Disease Control (CDC), Food and Drugs Administration (FDA), WHO, Institute kedokteran dan Akademi Pediatrik Amerika Serikat, mengatakan memang ada bukti yang mendukung, antara hubungan autis dengan thimerosal. Kini, FDA telah merekomendasikan untuk menurunkan atau menghilangkan thimerosal dari vaksin, serta bahan pengawet yang menggunakan mercuri untuk tidak digunakan lagi pada vaksin.
Masalah lain, pada imunisasi biasanya terdapat kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau adverse events following immunization (AEFI). Ini merupakan kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa efek vaksin atau efek sampingnya. Yang berupa toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin, umumnya sudah dapat diprediksi lebih dulu karena merupakan reaksi simpang vaksin, dan secara klinis biasanya ringan. Walau demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi shock anafilaktik sistemik, dengan risiko kematian. Jenis KIPI dapat terbagi atas :
- Reaksi Lokal : Nyeri atau bengkak kemerahan di tempat suntikan
- Reaksi Sistemik : Demam, ruam kemerahan, konjungtivitis (radang pada selaput mata), pembengkakan kelenjar parotis (kelenjar ludah di daerah rahang bawah), gelisah, lemas.
- Reaksi Vaksin Berat : kejang, trombositopenia (penurunan trombosit), hypotonis hyporensponsive episode (HHE), presistenst insconsolable screaming, reaksi anafilaksis (shock karena alergi) dan ensefalopati (peradangan pada otak)
Tapi secara garis besar, vaksinasi adlaah aman dan bermanfaat jika dijalankan sesuai prosedur. Ada beberapa keadaan khusus, yang membuat anak tidak boleh diimunisasi. Keadaan ini disebut kontraindikasi, di antaranya adalah :
- Alergi terhadap vaksin (setelah vaksinasi pertama timbul reaksi alergi, bahkan sampai syok)
- Alergi terhadap zat lain yang terdapat di dalam vaksin (antibiotika yang terdapat di dalam vaksin, pengawet dan sebagainya).
- Sakit ringan atau berat, dengan atau tanpa demam. Jika memiliki sakit bawaan, lebih baik vaksinasi ditunda hingga sembuh.
"Untuk itu setiap anak tetap wajib mendapatkan vaksinasi yang sudah disediakan oleh pemerintah, apalagi mereka bisa mendapatkan secara gratis, tapi jika ingin melalui swasta juga bisa. Tapi biasanya akan dikenakan biaya", kata Prof. Samsuridjal.
Pemberian vaksinasi bisa melalui 2 cara, yaitu dengan injeksi (suntikan) dan oral. Vaksinasi secara injeksi lebih banyak digunakan, dibanding vaksin secara oral. Tapi, keduanya sama-sama memberikan hasil yang efektif dalam menangani berbagai jenis penyakit.
Pemberian secara parenteral, harus didasarkan beberapa pertimbangan. Antara lain, tebal otot atau lemak. Tujuannya untuk mendapatkan kekebalan optimal, agar cedera pada jaringan bisa diminimalkan. Seperti di pembuluh darah dan saraf di sekitarnya. Selain itu, memperkecil kemungkinan rasa tidak nyaman pada bayi dan anak akibat gerakan, sentuhan, terutama bila bayi sudah dapat berjalan.
Cara pemberian vaksin, bisa mempengaruhi efektifitas respons imun yang timbul. Misalnya vaksin polio oral bisa menimbulkan kekebalan local dan sistemik (seluruh tubuh), sedangkan vaksin polio parenteral (suntik) hanya akan memberikan imunitas sistemik.
"Pemberian baik secara injeksi dan oral menfaatnya sama dan itu yang terpenting, yang beda hanyalah mekanisme pemberiannya. Untuk kebaikannya bisa ditinjau melalui uji klinis agar diketahui lebih cocok yang mana pemberiannya", ujar Prof. Samsuridjal.
Sumber : ETHICAL DIGEST
0 comments:
Post a Comment